Reba adalah upacara adat yang dilakukan untuk syukuran akan hasil panen yang dilakukan setiap satu tahun sekali.
HAL – HAL POKOK DALAM PERAYAAN REBA
Ada tiga hal pokok yang menjadi inti dari perayaan Reba di Ngada yaitu Kobe Dheke Reba atau malam pembukaan, Kobe O Uwi atau malam menyanyi dan menari, dan Kobe Dhoi atau malam penjelasan Su’i Uwi.
1. Kobe Dheke Reba merupakan malam pertama dari rangkaian pesta Reba. Pada malam ini anggota subklan beranjak dari kebun atau dari rumah masing – masing menuju rumah pusat subklan. Malam tersebut digunakan untuk membicarakan silang sengketa atau konflik yang ada dalam subklan tersebut.
2. Kobe O Uwi merupakan tarian bersama di pelataran kampung yang disebut sebagai kisa nata. Tarian ini mengungkapkan kegembiraan atas panen atau hasil jerih payah yang telah diperoleh selama setahun. Ungkapan O Uwi secara harafiah berarti memanggil ubi, namun arti yang sesungguhnya adalah berterima kasih kepada Penyelenggara Kehidupan yang telah memberikan hasil panen yang dilambangkan dengan ubi.
3. Kobe Dhoi merupakan puncak dari perayaan Reba. Dalamnya dilakukan ritus su’i uwi. Ritus ini merupakan ritus kenangan akan perjalanan sejarah orang Ngada. Mosalaki dalam Sa’o secara lisan akan menjelaskan suatu litany panjang tentang sejarah Ngada umumnya dan kemudian sejarah subklannya. Karena litany tersebut umumnya panjang, maka penjelasan ini bias berlangsung berjam – jam dan bisa pula berlangsung sepanjang malam. Semua anggota subklan diwajibkan untuk menghadiri kobe dhoi ini.
FUNGSI PERAYAAN REBA
Perayaan Reba memiliki beberapa fungsi yang memberi makna khusus.
1. Sebagai ungkapan syukur kepada Allah
Warna utama dari perayaan Reba adalah kegembiraan. Menyanyi dan menari adalah dua kegiatan yang selalu ada dalam perayaan reba.
Ungkapan pujian kepada Allah dapat terlihat dari pujian – pujian yang dilakukan dalam ritus be uwi dan su’i uwi. Meskipun syair – syair pujian itu secara eksplisit ditujukan kepada uwi, namun secara implicit ungkapan tersebut sebenarnya ditujukan kepada Pencipta, Penguasa alam semesta yan kepada-Nya semua manusia memohon musim baik, keamanan dalam musim tanam dan kelimpahan panenan.
2. Sebagai momen persatuan
Perayaan Reba juga merupakan perayaan persatuan. Masing – masing anggota subklan kembali ke rumah adatnya yang disebut sebagai sa’o pu’u, berkumpul bersama dan merayakan kebersamaan mereka. Perayaan Reba menjadi sebuah perayaan ‘kembali ke rumah induk’. Masing – masing keluarga membawa serta keluarganya, memperkenalkannya ( jika belum diketahui oleh anggota keluarga yang lain ) dan dengannya memasukan anak – anaknya ke dalam persekutuan dengan keluarga besarnya ( extended family ).
3. Sebagai momen menyelesaikan silang sengketa
Perayaan Reba juga digunakan untuk menyelesaikan konflik atau silang sengketa. Pada momen ini ada dua kesempatan khusus yaitu pada malam pertama dan pada hari ketujuh. Pada malam pertama, konflik yang diselesaikan adalah konflik dalam sa’o masing – masing seperti pengaturan warisan
4. Sebagai penghormatan kepada alam
Salah satu bagian dalam rangkaian perayaan Reba adalah ire. Kata ire berasal dari kata pire yang berarti haram, tabu, terlarang. Dalam pesta Reba, ire merupakan istilah khusus yang dipakai untuk larangan melukai tanah. Pada masa ire tanah disucikan dari hama. Larangan ini merupakan salah satu alternatif pembasmian hama yang ramah lingkungan dibandingkan dengan pestisida.
5. Sebagai pelestarian kebijaksanaan warisan leluhur
Perayaan Reba juga digunakan sebagai momen untuk memperingatkan anggota subklan akan kebijaksanaan yang dihidupkan dan diwariskan oleh leluhur. Momen ini secara eksplisit terungkap ketika dijelaskan su’i uwi. Su’i uwi sendiri melitanikan sederetan panjang kisah dan kebijaksanaan warisan leluhur. Dalamnya, kenangan akan hidup leluhur dilahirkan kembali. Setiap anggota subklan mendengarkan kembali ‘tata tertib’ hidup warisan leluhur yang berguna bagi perkembangan hidup masing – masing orang dalam relasinya dengan orang lain.
TATA URUTAN PERAYAAN REBA
I. WASI LOKA LANU
1. Ketua suku memberitahukan kepada semua anggota suku untuk membersihkan Loka Lanu.
2. Menentukan hari / tanggal Bui Loka dan diumumkan kepada anggota suku.
II. BUI LOKA
1. Setiap rumah adat atau Sa’o Dhoro membawa 1 ekor ayam ke Loka Lanu.
2. Zia Ura Manu, sebelum ayam dipotong.
3. Dhi Fedhi Puji Pia, Dia Loka Lanu.
(Memberi makan pada nenek moyang, dilanjutkan dengan makan bersama).
4. Mengatur rencana kerja 1 tahun kedepan yang berhubungan dengan Loka dan Lanu.
III. KOBE DHEKE REBA
1. Seluruh anggota suku wajib mengikuti acara Dheke Reba.
2. Ka Maki Reba ( makan nasi Reba) dimulai dari Sao Pu’u dilanjutkan ke Sa’o Saka Lobo dan Sa’o Dhoro.
IV. O UWI / BESA UWI
Dilaksanakan pada siang hari setelah Kobe Dheke Reba dan Beja Uwi. Bisa dilaksanakan dalam 1 hari atau 2 hari.
V. KOBE DHOY
1. Melakukan evaluasi seluruh kegiatan selama 1 tahun yang sudah lewat.
2. Apabila ada persoalan-persoalan yang belum diselesaikan segera diselesaikan.
3. Merencanakan kegiatan selama 1 tahun kedepan.
4. Su’i Uwi
Dalam Su’i Uwi biasanya ketua suku menceritakan kembali sejarah manusia penganut Reba.
5. Memberikan nasihat-nasihat kepada anggota suku.
VI. BAGO HUKI UWI
1. Setelah Kobe Dhoy, pada sore hari dilaksanakan Bago Huki Uwi.
2. Menjemur semua pakaian adat yang dipakai pada saat upacara O Uwi / Besa Uwi dan seluruh penghuni kampung tidak boleh melakukan aktivitas keseharian mereka, seperti berkebun, yang menurut orang Bena disebut “Ire”.
Minggu, 14 Agustus 2011
Senin, 20 Juni 2011
MENGERUDA HOT SPRING – SOA AND ITS SURROUNDINGS
MENGERUDA HOT SPRINGMengeruda hot spring is located in the Mengeruda Village of Soa dub-district approximately 25 km from Bajawa the Capital City of Ngada District. If you want to visit this hot spring you would pass some villages namely Naru, Menge, Boba, Gou, Nepa and Soa. This hot spring is often visited by domestic and also the foreign in most of the time especially in holiday.
According the local people beliefs, the Mengeruda hot spring is usually using for the traditional medication especially for the skin problem. Beside the hot spring visitor also can enjoy the beautifulness on the natural scenery.
To reach Mengeruda hot spring, the visitors can use any types of the vehicles from Bajawa. There are many bemo (small public bus) that running regular to Mengeruda Village or any other rental transport that occupied in Bajawa.
SOME LOCAL CULTURE ATTRACTIONS-. SAGI
Sagi is a heritage attraction of the Soanesse. It can be mentioned as a traditional sport to remind the fight of ancestors while they were in migration process till the area where they life now. This attraction is usually celebrated in between March till July in several village around Soa Sub-District. In the night before attraction the contestants usually celebrate the special dance to spirit the fighters that usually called Dero. On this dance the participants usually sing the sings to give the spirit of the boxers who will fight on the next day.
The equipment for the boxing has the shape of spool of palm fiber rope in oval named ”tai kolo” by Soa people.
-. PARA
In non regular time, there is also a traditional ceremony called Para, a kind of offering and celebration of life. This ceremony is held by sacrificing buffaloes with some a unique technique and processes.
-. ARCHEOLOGICAL SITE
There are some archeological sites that are located not too far from Mengeruda Hot Spring such as Kobatuwa and Olabula. Now in both of the locations above were found the fossils of pygmies stegodon tortoise any many artifacts which is indicated 18 thousand years old. Some of this collection you can find it at the office of Cultural and Tourism in Ngada District. To reach this site, you will find the beautiful landscape of Flores Island with some area can be reach by car, motorbike as well as trekking. There is a road to Boawae area - Nagekeo District, where you passing through the Olabula Archeological Site and Olakila village (starting to develop Community Based Tourism Village), where people are aware of the important of Archeological sites as one of tourism destination especially for a research and an adventure.
WISATA ROHANI YANG BERSEJARAH DI KABUPATEN NGADA
Penduduk Kabupaten Ngada mayoritas Beragama Katolik, dan tentu saja memiliki beberapa tempat bersejarah yang berhubungan dengan pelayanan dan penyebaran Agama Katolik, seperti Gereja MBC ( Mater Boni Consili ) yang mulai dibangun pada Oktober 1928 dan diresmikan penggunaannya pada 30 Mei 1930.
Seminari Menengah St. Yohanes Berckhmans Todabelu di Mataloko yang Menurut sejarahnya Seminari ini adalah seminari tertua kedua di Indonesia setelah Seminari Menengah Mertoyudan di Jawa Tengah. Berawal dari ide cemerlang Mgr. A. Verstraelen,SVD, sebuah seminari menengah harus dibangun di Flores.Tantangan itu dilaksanakan oleh P. Fransiskus Cornelissen, SVD dengan membangun satu seminari kecil di Sikka pada tahun 1926 lalu dipindahkan ke Mataloko pada tahun 1929. Pada 5 Desember 1953 para Suster Karmel Tak Berkasut membuka biara di Bajawa. Mereka langsung menempati pintu masuk kota Bajawa.
Kehadiran para Suster Karmel Tak Berkasut dengan Klausura Agung di Bajawa, dengan doa dan keteladanan mereka, membawa nuansa yang khas bagi kota Bajawa dan perkembangan Gereja Katolik di Bajawa dan Kabupaten Ngada pada umumnya.
Pada 4 Maret 1957, para Suster FMM memulai karya mereka di bidang pendidikan, kesehatan dan karya sosial lainnya di Kabupaten Ngada.
Seminari Menengah St. Yohanes Berckhmans Todabelu di Mataloko yang Menurut sejarahnya Seminari ini adalah seminari tertua kedua di Indonesia setelah Seminari Menengah Mertoyudan di Jawa Tengah. Berawal dari ide cemerlang Mgr. A. Verstraelen,SVD, sebuah seminari menengah harus dibangun di Flores.Tantangan itu dilaksanakan oleh P. Fransiskus Cornelissen, SVD dengan membangun satu seminari kecil di Sikka pada tahun 1926 lalu dipindahkan ke Mataloko pada tahun 1929. Pada 5 Desember 1953 para Suster Karmel Tak Berkasut membuka biara di Bajawa. Mereka langsung menempati pintu masuk kota Bajawa.
Kehadiran para Suster Karmel Tak Berkasut dengan Klausura Agung di Bajawa, dengan doa dan keteladanan mereka, membawa nuansa yang khas bagi kota Bajawa dan perkembangan Gereja Katolik di Bajawa dan Kabupaten Ngada pada umumnya.
Pada 4 Maret 1957, para Suster FMM memulai karya mereka di bidang pendidikan, kesehatan dan karya sosial lainnya di Kabupaten Ngada.
Minggu, 12 Juni 2011
OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA, BUDAYA DAN RITUAL ADAT AGAMA
1. Desa Mengeruda, Kec. Soa AIR PANAS MENGERUDA Wisata Alam
2. Desa Tiwuriwu Kec. Jerebuu KAMPUNG TUA BENA Wisata Budaya
3. Kec. Riung TWAL 17 PULAU RIUNG Wisata Alam
4. Kelurahan Susu Kec. Bajawa DANAU WAWOMUDHA Wisata Alam
5. Desa Mengeruda Kec. Soa MATAMENGE Wisata Budaya / Minat Khusus
6. Desa Rakateda I Kec. Golewa BETHOPADHI Wisata Alam
7. Desa Langagedha Kec. Bajawa LEKOLODO Wisata Alam
8. Desa Tiwuriwu Kec. Jerebuu KAMPUNG TUA LUBA Wisata Budaya
9. Desa Manubhara Kec. Jerebuu KAMPUNG TUA TOLOLELA Wisata Budaya
10. Desa Watumanu Kec. Jerebuu KAMPUNG TUA GURUSINA Wisata Budaya
11. Desa Dariwali Kec. jerebuu KAMPUNG TUA MALANAGE Wisata Budaya
12. Desa Ratogesa Kec. Golewa KAMPUNG TUA WOGO Wisata Budaya
13. Desa Beja Kec. Bajawa KAMPUNG TUA BELA Wisata Budaya
14. Desa Rakateda I Kec. Golewa KAMPUNG TUA BE’A Wisata Budaya
15. Kelurahan Aimere Kec. Aimere GEMO ( tempat pembuatan arak)
Wisata Minat Khusus
16. Desa Keligejo Kec. Aimere KAMPUNG BELARAGHI Wisata Budaya
17. Desa Inerie Kec. Aimere KAMPUNG WATU Wisata Budaya
18. Kelurahan Mataloko Kec. Golewa SEMINARI YOH. BERCHMANS Wisata Religi
19. Kelurahan Tanalodu Kec. Bajawa BIARA SUSTERAN KARMEL OCD Wisata Religi
20. Kelurahan Kisanata Kec. Bajawa GEREJA MBC Wisata Religi
21. Desa Mengeruda, Kec. Soa GUA MARIA MENGERUDA Wisata Religi
2. Desa Tiwuriwu Kec. Jerebuu KAMPUNG TUA BENA Wisata Budaya
3. Kec. Riung TWAL 17 PULAU RIUNG Wisata Alam
4. Kelurahan Susu Kec. Bajawa DANAU WAWOMUDHA Wisata Alam
5. Desa Mengeruda Kec. Soa MATAMENGE Wisata Budaya / Minat Khusus
6. Desa Rakateda I Kec. Golewa BETHOPADHI Wisata Alam
7. Desa Langagedha Kec. Bajawa LEKOLODO Wisata Alam
8. Desa Tiwuriwu Kec. Jerebuu KAMPUNG TUA LUBA Wisata Budaya
9. Desa Manubhara Kec. Jerebuu KAMPUNG TUA TOLOLELA Wisata Budaya
10. Desa Watumanu Kec. Jerebuu KAMPUNG TUA GURUSINA Wisata Budaya
11. Desa Dariwali Kec. jerebuu KAMPUNG TUA MALANAGE Wisata Budaya
12. Desa Ratogesa Kec. Golewa KAMPUNG TUA WOGO Wisata Budaya
13. Desa Beja Kec. Bajawa KAMPUNG TUA BELA Wisata Budaya
14. Desa Rakateda I Kec. Golewa KAMPUNG TUA BE’A Wisata Budaya
15. Kelurahan Aimere Kec. Aimere GEMO ( tempat pembuatan arak)
Wisata Minat Khusus
16. Desa Keligejo Kec. Aimere KAMPUNG BELARAGHI Wisata Budaya
17. Desa Inerie Kec. Aimere KAMPUNG WATU Wisata Budaya
18. Kelurahan Mataloko Kec. Golewa SEMINARI YOH. BERCHMANS Wisata Religi
19. Kelurahan Tanalodu Kec. Bajawa BIARA SUSTERAN KARMEL OCD Wisata Religi
20. Kelurahan Kisanata Kec. Bajawa GEREJA MBC Wisata Religi
21. Desa Mengeruda, Kec. Soa GUA MARIA MENGERUDA Wisata Religi
Reorganisasi HPI, PHRI, dan Pembentukan ASITA Kabupaten Ngada
Pemantapan reorganisasi HPI, PHRI, dan pembentukan ASITA pada hari ini Senin, 13 Juni 2011. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Juni 2011 bertempat di Hotel Edelweis Bajawa. kegiatan ini melibatkan para pemilik Hotel dan Restoran serta para Pemilik Tour dan Travel Agen di seluruh Kabupaten Ngada. Diharapkan agar kegiatan ini dapat menciptakan stakeholder pariwisata yang lebih baik dan mampu menjadi pelaku pariwisata yang berdedikasi tinggi.
Langganan:
Postingan (Atom)